Jumat, 14 Agustus 2009

Anak Pak Sholeh

Sewaktu training psikologi perkembangan anak, kami diajari bahwa ternyata dalam memuji anak sebaiknya kita selalu spesifik memuji pada perbuatan. Misalnya, "Subhanallah, Mila baik sekali karena mau merapikan mainan sendiri. Terimakasih."

Atau, "Wah, Allah pasti sayang pada Aa' karena Aa' mau memaafkan teman", dan sebagainya. Jadi, yang dipuji adalah perbuatannya dan bukan anaknya. Dengan demikian, diharapkan anak menjadi paham, perbuatan baik apa yang dilakukannya yang membuatnya mendapat pujian dari bu guru.

Namun, pada prakteknya di lapangan, kadang-kadang kami lupa juga pada pakem di atas. Kadang-kadang spontan terucap juga kata-kata seperti, "Halo Shahnaz muridku yang baiiik." (maklum, Shahnaz ini memang Subhanallah baik sekali hatinya).

Bu guru di Kelompok Bermain pun pernah memuji seorang teman tanpa spesifik mengacu keperbuatan. Akibatnya sungguh di luar dugaan kami.


Bu guru bilang (untuk membujuk Radhii melakukan sesuatu hal), "Radhii, Radhii anak sholeh, kan?"

Radhii yang waktu itu masih 2, 5 tahun pun sewot dan protes, "Bukan, aku anaknya Umar, Umar Happy". Jadi Radhii menyangka, Bu guru mengira Radhii adalah anaknya Pak Sholeh dan bukan anaknya Pak Umar Happy:).

Belakangan Radhii malah curhat panjang lebar pada saya. Katanya dengan mata bundarnya menatapku, "Radhii kan anaknya Umar Happy. Papa Radhii sama seperti Papanya Aufa (kakaknya)." Kasihan, rupanya dia kuatir sekali kalau dia tidak seayah dengan kakaknya, Aufa. Maafkan Bu guru ya Radhii...  :)

1 komentar: