Minggu, 16 Agustus 2009

Belajar Mempercayai Anak

PERCAYA. Sebuah kata yang mudah diucapkan namun sebetulnya sangat sulit diamalkan dengan penuh keyakinan. Seringkah kita berkata pada ananda, “aku percaya padamu nak,” namun sebetulnya masih terbetik sedikit keraguan di hati kita?

Tahun pertama di Jabalussalam, kami mempunyai murid TK B bernama Wulan. Anaknya tekun. Namun, sudah empat bulan sekolah berjalan, belum sekali pun jua saya mendengar suaranya.

Perkembangan Wulan di kelas selalu saya pantau pada syuro evaluasi setiap hari. Memang sih ia berbicara pada temannya Ninda yang juga tetangganya. Tapi suaranya keciiiil…sekali nyaris tak terdengar.

Ketika BPTKI mengundang Jabalussalam untuk lomba membentuk dengan plastisin, Bu Naily mengusulkan agar kami mengutus Wulan dan Vian. Soalnya perlombaan tersebut durasinya satu jam. Siapa lagi murid kami yang dapat tekun bertahan satu jam mengerjakan satu proyek kalau bukan mereka?

Tapi saya ragu. Apakah Wulan mau? Bukannya dia pemalu? Begitu pemikiranku kala itu. Peserta lomba ini ratusan anak se-Balikpapan. Dari Jabalussalam hanya dua peserta. Apakah Wulan berani? Peserta lomba ini tidak boleh ditunggui orangtua atau guru, lho.


“Insya Allah Wulan berani, Bu!” kata Bu Naily mantap.

“Yakin, Bu?” tanya saya kembali. Maklum, kala itu bahkan Vian yang laki-laki sudah mengundurkan diri.

“YAKIN, Insya Allah Wulan mampu,” angguknya menegaskan.

Keesokan harinya, saya pun mengantar Wulan ke TK Istiqomah. Pesertanya ratusan. Saya menggandeng tangannya erat-erat supaya ia tidak hilang dan mengantarnya keruang lomba. Wah, tampaknya peserta lain rupanya sudah berpengalaman. Maklum, sekolah kami sekolah baru. Mereka membawa aneka macam cetakan, gilingan plastisin, dll. Wulan hanya membawa sepotong tripleks untuk alas. Ah, tapi tampaknya wajah Wulan tampak tenang tanpa terpengaruh situasi sekitarnya, Alhamdulillah.

“Wulan, Bu Galuh keluar dulu ya. Ini ibu sediakan susu dan biskuit kalau Wulan lapar. Kalau mau ke belakang, minta antar panitia, ya… Bu Galuh tidak boleh menunggui.”

Jujur saja, rasanya waktu itu saya betul-betul tidak tega meninggalkannya sendiri di ruangan lomba yang besar tanpa satu pun orang yang dikenalnya. Mungkin, begitulah yang dirasakan para ibu ketika melepas ananda bersekolah yaa? :)

Wulan begitu pendiam. Lain hal bila yang harus saya tinggal adalah murid-murid yang lebih kelihatan pemberani dan ekspresif, mungkin perasaan saya tidak segalau itu. Saya pun mengintipnya dari balik jendela. Hanya kelihatan sedikit karena saya harus berdesak-desakan dengan para orang tua yang ingin mengintip juga (waduh, malunya, karena di sekolah biasanya saya justru selalu menghimbau para orangtua untuk tidak mengintip ananda mereka belajar :).

Wulan tampak tenang walau hasil karya peserta lain di kanan kirinya tampak begitu canggih. Hasil karya Wulan sederhana saja. Tapi sungguh saya mengagumi kepercayaandirinya. Maafkan Bu Galuh sempat tidak percaya dengan keberanianmu ya, Nak.

Wulan lulus ujian keberanian. Sayalah yang tidak lulus ujian kepercayaan.

Wulan dan Ninda temannya yang juga pendiam setelah itu selalu kami libatkan dalam aneka pementasan sebagai peran utama. Wulan berperan sebagai ‘ibu janda’ dalam pementasan operet ‘Hajiku di Pintu Rumahku’. Perannya yang melankolis mengundang simpati penonton.

Pada acara Pentas Kreativitas Akhir Tahun Jabalussalam, Wulan bahkan berperan sebagai Syahidah, sang tokoh utama. Lucunya, karena sampai akhir tahun ajaran pun suaranya masih lirih, maka ketika rekaman di studio yang mengisi dialognya adalah teman yang lain. Sudah kami coba dengan mike, suaranya tidak terdengar juga.

Teman-teman guru sempat juga sedikit agak ragu. Peran utama yang ditonton ratusan orang? Apakah Wulan berani?

Tentu saja cerita ini berakhir dengan happy ending karena Wulan Alhamdulillah berperan dengan baik sekali. Kepercayaan kami padanya tidaklah sia-sia. Tapi ada satu hikmah berharga yang diberikan Allah pada sekolah kami. Potensi anak akan berkembang pesat berbanding dengan kepercayaan dan keyakinan orangtua dan guru pada mereka. Jangan biarkan sedikit pun keraguan menghinggapi hati kita. Yakinlah, INSYA ALLAH ANAK KITA PASTI BISA!

2 komentar:

  1. salam kenal mbak...:) sebenarnya kita 'usdah kenal' di fb, saya meng add mbak karena baca tulisan mbak di baltyra, saya sesekarang udah jarang nulis resensi dan berkunjung di baltyra.

    BalasHapus
  2. salam kenal juga mbak rina.. bogornya dimana ? kali aja kita tetangga ? :))

    BalasHapus